Kopi Kaki Lima dari Sumatera, Rasa Reformis Harga Sosialis


 Nampak tidak begitu spesial warung kopi angkringan punya pak Tampubolon ini. Satu gerobak kopi yang mulai membuka sekitar7 malam serta tutup bergantung dialog konsumen setianya dapat sampai jam 6 pagi.

Profil Ayam Hias Kapas

Lelaki tambun yang diketahui aktifis pergerakan semasa 15 tahun ini , mengawali usaha kopi angkringan pas di Jalan Jamin Ginting, Simpang Simalingkar-Kota Medan.


Mengikuti pergerakan buruh sempat juga dijalaninya semasa 10 tahun. Hingga walaupun putuskan jadi pebisnis warung kopi, lelaki ini masih jaga nafas serta kehidupan sehariannya bicara mengenai perubahan Indonesia dari sudut pandang orang kecil. Fakta buka warung kopi angkringan ditengah-tengah jalan di kehidupan malam kota Medan dimaknai untuk sisi dari pergerakan "mencerdaskan" rakyat dari bagian usaha kecil menengah.



Pak Tampubolon yang diketahui dengan nama aktifis "Ali Khuttul " ini senang mengobrol dengan beberapa konsumen setianya. Semua golongan konsumen setia baik dari karyawan swasta, aktifis mahasiswa, golongan buruh, pengacara, anggota Dewan atau cuma pedagang kecil tetap diajaknya mengobrol narasi mengenai kehidupan. Kekuatan pak Ali Khuttul bicara mengenai Kopi serta Kehidupan ialah satu cerita menarik untuk dilukiskan.


Sambil persembahkan kopi paling baik dari ujung Aceh, Simalungun, Samosir serta Karo, pak Ali berpromosi kini saatnya Anak Negeri Minum Kopi Paling baik Hasil Negeri Sendiri. "Kopi paling baik kita telah kelamaan dikendalikan oleh orang Eropah serta negara lain. Sesaat kita cuma minum kopi jelek kualitas paling rendah. Usaha ini jadi salah satunya usaha, jika Indonesia, terutamanya Sumatera mempunyai kopi paling baik dunia. Serta sekarang ini harus kita mengonsumsi sendiri."


Situasi warung kopi, usaha kecil menggeliat. "Bentuk penjajahan paling jelek yang berlangsung sekarang ini di dunia ialah jika kita mengimpor produk pangan paling baik ke luar negeri. Kita memperoleh keping-keping uang cuma sekedar untuk beli kopi paket yang telah direkayasa agar nyaman di lidah."


"Bagaimana kemungkinan saya sebagai pebisnis UMKM dapat tingkatkan kualitas hidup. Termasuk juga petani bila kita kerja rodi cuma untuk memperoleh kopi sachet dimana faktor biji kopinya cuma fantasi?"


Dialog menggelitik ini tetap berlangsung waktu pak Tampubolon menyediakan aroma harum kopi terbaik buat siapapun.


Sambil menyeduh biji-biji yang dihadirkan dari dataran tinggi pulau Sumatera, beberapa gelas kopi zaman now diaturnya di gerobak kopi angkringan.


Postingan populer dari blog ini

Nofriansyah Yosua Hutabarat or even Brigadier J.

phytoestrogens help the psychological symptoms of menopause

Sejarah Makanan Selada Banjar